Begini Mandiri Energi Ala Kampung Nelayan Kondangmerak

  • Instalasi listrik tenaga surya di kampung nelayan pantai Kondangmerak, Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur menghasilkan daya 3.400 watt.
  • Listrik digunakan memproduksi es batu untuk menyimpan ikan hasil perikanan tangkap nelayan. Setiap nelayan membutuhkan 20 sampai 30 bungkus es batu.
  • Es batu yang dihasilkan dari listrik tenaga surya menghemat pengeluaran nelayan yang biasanya membeli es di di Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan sejauh 20 kilometer atau Desa Srigonco, Kecamatan Bantur sejauh 10 kilometer.
  • Perkampungan nelayan berada di kawasan hutan lindung, hingga kini tak ada jaringan listrik PLN mengaliri kampung nelayan Kondangmerak.

 

Suhariati bolak balik mengambil bongkahan es batu di lemari es, digunakan untuk mengawetkan ikan segar yang akan diolah menjadi aneka masakan hasil laut. Pemilik rumah makan di pantai Kondangmerak, Desa Sumberbening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini sudah sepekan memanfaatkan lemari es yang dikelola kolektif oleh Kelompok Nelayan Bina Karya Mina. Perkampungan nelayan berjarak sekitar 60 kilometer dari Kota Malang.

Mereka memanfaatkan energi sinar matahari diubah menjadi listrik untuk memproduksi es batu. Instalasi listrik tenaga surya dipasang di bangunan berukuran sekitar 16 meter persegi. Bangunan beratap panel surya dan berisi konverter, baterai dan lemari es. Instalasi listrik tenaga surya yang dipasang sejak sepekan lalu oleh Rumah Mandiri Energi ini menghasilkan daya 3.400 watt.

Instalasi listrik didanai Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma (Unsurya), Jakarta. Perempuan yang akrab disapa Mak Ti ini mengaku terbantu dengan instalasi listrik tenaga surya. Setiap dua hari warung yang dikelolanya rata-rata mengeluarkan bujet sekitar Rp 150.000-Rp 200.000 untuk membeli es batu. Ditambah biaya transportasi berupa bahan bakar minyak (BBM) sebanyak lima liter atau ojek sebesar Rp50 ribu.

Mak Ti membeli es batu di Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan sejauh 20 kilometer atau Desa Srigonco, Kecamatan Bantur sejauh 10 kilometer. Rata-rata setiap hari warung menghabiskan ikan berbagai jenis seberat 20 kilogram. Yang diolah dengan cara dibakar dan olahan lainnya. “Kalau sate tuna 200 tusuk dan sate cumi 260 tusuk,” katanya.

Sedangkan lobster sekitar setengah kuintal sampai 1,5 kuintal. Tergantung hasil panen nelayan. Jika es terlambat, Mak Ti terpaksa membuang ikan yang dibeli dari nelayan tersebut. Paling banyak, ia pernah membuang sekitar 40 kilogram ikan dengan harga Rp45.000/kilogram. Sehingga kerugiannya mencapai Rp1,8 juta. Ikan yang tidak segar jika dikonsumsi bisa beracun. “Biasanya gatal-gatal setelah memakan ikan tak segar,” ujarnya.

Sekarang, kata Mak Ti, biaya pembelian es berkurang hingga 20 persen. Meski belum bisa memenuhi semua kebutuhan es batu untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan nelayan. Ia berharap instalasi panel surya ditambah hingga bisa memenuhi kebutuhan es batu para nelayan dan pemilik warung. Untuk sementara 10 orang yang menggunakan es batu yang diproduksi di instalasi listrik tenaga surya tersebut.

Es Batu Kebutuhan Utama Nelayan

Panel surya dikelola kelompok nelayan Bina Karya Mina. Mereka bergiliran mengambil es batu dan dicatat. Harga empat bungkus es batu Rp5.000. Uang hasil penjualan es batu dikumpulkan dalam kas kelompok nelayan. Setelah itu, ditambah restribusi nelayan untuk mengembangkan panel surya yang lebih besar.

Sebanyak 40 kepala keluarga yang menempati kawasan pantai yang berada di hutan lindung Malang Selatan. Sampai sekarang, tak ada jaringan listrik yang mengaliri permukiman nelayan setempat. Sebagian besar menggunakan generator untuk listrik penerangan rumah. “Butuh lima liter solar setiap malam. Jam 5 pagi mati,” ujarnya.

Untuk membeli generator mereka harus merogoh kocek antara Rp3 juta sampai Rp8 juta. Instalasi listrik tenaga surya bukan hal baru bagi warga setempat, sebagian telah menggunakan panel surya bantuan pemerintah setempat. Namun, warga tak mendapat pengetahuan memadai mengenai penggunaan listrik energi surya. Sehingga sebagian telah rusak. Terbengkalai.

“Sejumlah nelayan mengaku kapok. Tidak ada edukasi, mereka beranggapan penggunaannya sama dengan listrik PLN,” kata Direktur Sahabat Alam Indonesia Andik Syaifudin. Sehingga sejumlah nelayan ogah-ogahan tidak tertarik mengelola Energi Baru Terbarukan (EBT) tenaga surya.

Andik yang mendampingi nelayan Kondangmerak selama 11 tahun ini terus meyakinkan nelayan. Setelah instalasi terpasang dan listrik yang dipasok stabil, para nelayan percaya. Mereka mendukung dan berharap produksi es batu diperbesar sesuai kebutuhan nelayan.

Nelayan membutuhkan es batu untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Total sebanyak 40 nelayan di Kondangmerak, saban hari masing-masing membutuhkan 20 sampai 30 bungkus es batu. “Es batu penting bagi nelayan. Tanpa es batu, ikan membusuk dan nelayan rugi,” katanya Ketua Kelompok Nelayan Bina Karya Mina, Aral Subagyo.

Rata-rata setiap hari masing-masing nelayan menghasilkan 3-60 kilogram ikan. Jika musim panen ikan tiba, bisa melonjak sampai 500 kilogram ikan per hari. “Akar masalah nelayan ada di penyimpanan ikan. Es batu sangat penting. Jika telat, komoditas ikan hasil tangkapan rusak,” katanya.

Sedangkan di daerah lain, jika tidak ada es, ikan diolah menjadi ikan asap. Sehingga harga ikan turut anjlok. Perkampungan nelayan Kondangmerak berada di dalam kawasan hutan lindung, tak ada instalasi listrik. Sehingga EBT dari panel surya menjadi solusi. Meski es batu yang dihasilkan belum bisa memenuhi semua kebutuhan nelayan. Nelayan menangkap beragam jenis ikan bernilai jual tinggi seperti ikan kerapu, kakap, tenggiri, dan lobster.

Ikan hasil tangkapan dipasok ke pengepul untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan restoran. Apalagi, biaya perawatan instalasi listrik juga tergolong murah. Bahkan, nyaris tak ada biaya yang dikeluarkan setelah instalasi terpasang. Investasi besar, ujarnya, untuk membangun instalasi listrik tenaga surya. Namun, setelah terpasang mereka tak mengeluarkan anggaran sepeserpun.

Terus Berkembang

Setelah dihitung, daya listrik yang dihasilkan cukup untuk mengaliri dua lemari es secara bergantian. Ruangan, katanya, cukup jika ditambah 2-3 lemari es lagi. Sahabat Alam Indonesia akan mengembangan EBT di Kondangmerak, yang diterapkan secara bertahap. Hingga bisa memproduksi es dalam skala besar sesuai kebutuhan es batu nelayan. Termasuk mewujudkan Kondangmerak sebagai perkampungan nelayan mandiri energi.

“Perangkat yang terpasang tidak boleh melebihi daya yang dihasilkan. Jika beban lebih besar, akan merusak piranti pembangkit listrik tenaga surya,” kata Andik.

Sampai saat ini, baru perkampungan nelayan di Kondangmerak yang memanfaatkan EBT untuk mepmroduksi es batu. Sedangkan nelayan di Kabupaten Malang seperti nelayan Sendangbiru yang menghasilkan ikan tuna kualitas ekspor, harus membeli es batu di Tawangrejeni, Kecamatan Turen, sejauh 30 kilometer dari perkampungan nelayan.

Total jumlah nelayan di Kabupaten Malang sebanyak 4.719 orang tersebar di Kecamatan Donomulyo, Kalipare, Pagak, Bantur, Gedangan, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, Dampit, Ampelgading. Produksi ikan tangkap pada 2018 mencapai 16.071,03 ton, 2019 naik menjadi 19.426,73 ton dan 2020 turun sebesar 14.171,40 ton. Jenis ikan laut unggulan berupa ikan tuna, cakalang, layang, dan tongkol.

 

sumber: mongabay.co.id

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *